Thursday, May 18, 2017

Inokulasi Miroba pada Roti



Image result for roti berjamur
          Roti merupakan salah satu makanan praktis yang banyak digunakan sebagai menu sarapan pagi sebagian masyarakat Indonesia. Roti dapat dibuat berbagai macam bentuk dan rasa sesuai dengan keinginan pembuatnya dan keinginan konsumen. Namun, terkadang kita menemukan roti yang sudah rusak karena ditumbuhi jamur.

Mengapa bisa ?
          Karena roti terbuat dari tepung terigu yang diragikan. Jadi, roti  mengandung pati dalam jumlah yang relatif tinggi dimana  pati tersebut dapat dihidrolisis menjadi gula sederhana yang  merupakan sumber nutrisi utama bagi  jamur. Pembusukan roti disebabkan oleh rusaknya protein dan pati. Secara langsung pembusukan roti disebabkan oleh mikroorganisme pembusuk seperti kapang. Kapang yang paling sering ditemukan dalam roti adalah Rhizopus stolonifer. Ciri-ciri Rhizopus stolonifer tumbuh dengan cara memperpanjang hifa yang bercabang pada ujungnya. Hifa yang bercabang tersebut disebut miselium yang berfungsi sebagai akar rizoid. Selain itu, terdapat pula stolon dan sporangium sebagai penghasil spora.  Suhu pertumbuhan Rhizopus stolonifer yaitu 5°C – 37°C, namun pertumbuhan optimum dicapai pada suhu 25°C.

          Inokulasi atau penanaman mikroba adalah kegiatan memindahkan mikroorganisme dari sumber asalnya atau lingkungannya ke medium baru melalui pencampuran nutrisi-nutrisi tertentu yang telah disesuaikan dengan nutrisi optimum pertumbuhan mikroba. Inokulasi dilakukan dengan cara aseptis untuk menghindari kontaminasi dari mikroba yang tidak diinginkan. Inokulasi dimaksudkan untuk menumbuhkan, meremajakan mikroba dan mendapatkan populasi mikroba yang diinginkan.

Image result for rhizopus stolonifer
          Kali ini mikroba yang akan ditanam atau diinokulasi adalah  jenis Rhizopus stolonifer yang bersumber dari roti yang telah ditumbuhi jamur. Prosesnya diawali dengan melakukan pengenceran terhadap roti tersebut.

Bagaimana caranya ?
          Caranya dengan menggunakan larutan fisiologis sebagai pelarutnya. Larutan fisiologis yang umum digunakan adalah campuran NaCl dan aquades pada konsentrasi 0,85%. Larutan fisiologis bersifat isotonis sehingga mampu menjaga tekanan osmosis di dalam dan di luar sel. Tekanan osmosis yang seimbang tersebut dapat mencegah terjadinya lisis terhadap sel mikroba yang diencerkan. Selain itu, larutan fisiologis biasanya mengandung buffer yang berupa fosfat. Fosfat merupakan komponen anorganik yang mempunyai kisaran pH normal sehingga mampu menjaga keseimbangan ion pada mikroba. Selanjutnya dilakukan pengenceran bertingkat dengan menggunakan larutan fisiologis 0,85% sebagai pelarutnya.  Pada proses inokulasi, pengenceran bertingkat dilakukan untuk memperkecil atau mengurangi jumlah mikroba yang akan ditanam sehingga didapatkan koloni yang terpisah dan tidak terjadi penumpukkan pada media. Jadi, bahan roti berjamur diencerkan sebanyak 3 kali dengan perbandingan 1 : 9 terhadap larutan fisiologis, artinya 1 ml suspensi bahan yang dipipet ditambahkan ke dalam 9 ml larutan fisiologis.

          Setelah diencerkan, maka suspensi bahan roti tersebut dapat ditanam pada media di cawan petri. Kali ini kita menggunakan media jenis PCA (Plate Count Agar). Penanaman dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu:

Ø  Penanaman Mikroba Metode Tuang (Pour Plate)
Metode tuang atau pour plate merupakan salah satu metode inokulasi dengan dengan cara menuang suspensi mikroba terlebih dahulu kemudian dituang media agar di atas dan dibiarkan memadat. Metode pour plate menyebabkan suspensi mikroba dapat tumbuh di atas permukaan agar dan terendam di dalam agar. KeadaanZrutkan dari A ke reliputi praktikum mtode PP dan SP dan diinkubasi selama 7 hari pada suhi 370C diperoleh bawha........kan kond suspensi mikroba yang terendam di dalam agar menyebabkan suplai oksigen terhadap mikroba menjadi minim dan dapat memberikan kondisi ideal bagi pertumbuhan mikroba anaerob. Sedangkan, keadaan suspensi mikroba yang terletak di atas permukaan agar menyebabkan suplai oksigen lebih optimal sehingga memberikan kondisi O2 yang ideal bagi pertumbuhan mikroba aerob.

Ø  Penanaman Mikroba Metode Sebar (Spread Plate)
Metode sebar atau spread plate adalah salah satu metode inokulasi dengan menyebarkan suspensi mikroba di permukaan agar yang telah memadat. Pada metode ini suspensi mikroba tersebar secara merata di permukaan agar sehingga mudah dibedakan antara mikroba yang diinginkan dan kontaminan. Selain itu, suplai oksigen pada metode spread plate lebih baik daripada pour plate dimana suspensi mikroba pada media spread plate tersebar merata di atas permukaan media sehingga pertumbuhan mikroba aerob lebih baik karena ketersediaan oksigen.

Sekarang kita telah memiliki dua buah cawat petri yang telah dilakukan penanaman Rhizopus stolonifer pada media di dalamnya. Sehingga langkah selanjutnya dimasukkan ke dalam inkubator untuk diinkubasi. Inkubasi adalah proses pemeliharaan kultur media dengan temperatur dan periode tertentu sehingga tercipta lingkungan yang menyediakan kondisi cocok untuk pertumbuhan mikroba.

Adapun hasil inokulasi mikroba dari suspensi roti berjamur pengenceran 10-3 yang ditanam pada media PCA melalui metode pour plate dan spread plate dan diinkubasi selama 7 hari pada suhu 37˚C diperoleh bahwa koloni mikroba yang tumbuh berbentuk bulatan kecil seperti bintik-bintik, memiliki hifa, dan berwarna putih susu tersebar di permukaan media. Berdasarkan ciri tersebut diduga bahwa koloni mikroba yg tumbuh adalah Rhizopus stolonifer.


3 comments: