Roti merupakan
salah satu makanan praktis yang banyak digunakan sebagai menu sarapan pagi
sebagian masyarakat Indonesia. Roti dapat dibuat berbagai macam bentuk dan rasa
sesuai dengan keinginan pembuatnya dan keinginan konsumen. Namun, terkadang
kita menemukan roti yang sudah rusak karena ditumbuhi jamur.
Mengapa bisa ?
Karena
roti terbuat dari tepung terigu yang diragikan. Jadi, roti
mengandung pati dalam jumlah yang relatif tinggi dimana pati tersebut dapat dihidrolisis menjadi gula
sederhana yang merupakan sumber nutrisi
utama bagi jamur. Pembusukan roti disebabkan
oleh rusaknya protein dan pati. Secara langsung pembusukan roti disebabkan oleh
mikroorganisme pembusuk seperti kapang. Kapang yang paling sering ditemukan
dalam roti adalah Rhizopus stolonifer. Ciri-ciri Rhizopus stolonifer tumbuh dengan cara
memperpanjang hifa yang bercabang pada ujungnya. Hifa yang
bercabang tersebut disebut miselium yang berfungsi sebagai akar rizoid. Selain
itu, terdapat pula stolon dan sporangium sebagai penghasil spora. Suhu pertumbuhan Rhizopus
stolonifer yaitu 5°C – 37°C, namun pertumbuhan optimum dicapai pada suhu 25°C.
Inokulasi atau penanaman mikroba adalah kegiatan memindahkan
mikroorganisme dari sumber asalnya atau lingkungannya ke medium baru
melalui pencampuran nutrisi-nutrisi tertentu yang telah disesuaikan dengan
nutrisi optimum pertumbuhan mikroba. Inokulasi dilakukan dengan
cara aseptis untuk menghindari kontaminasi dari mikroba yang tidak diinginkan.
Inokulasi dimaksudkan untuk menumbuhkan, meremajakan mikroba dan mendapatkan
populasi mikroba yang diinginkan.
Kali
ini mikroba yang akan ditanam atau diinokulasi adalah jenis Rhizopus stolonifer yang bersumber dari roti yang telah
ditumbuhi jamur. Prosesnya diawali dengan melakukan pengenceran terhadap roti
tersebut.
Bagaimana caranya ?
Caranya
dengan menggunakan larutan fisiologis sebagai pelarutnya. Larutan fisiologis
yang umum digunakan adalah campuran NaCl dan aquades pada konsentrasi 0,85%. Larutan fisiologis bersifat isotonis sehingga mampu menjaga tekanan
osmosis di dalam dan di luar sel. Tekanan osmosis yang seimbang tersebut dapat
mencegah terjadinya lisis terhadap sel mikroba yang diencerkan. Selain itu,
larutan fisiologis biasanya mengandung buffer yang berupa fosfat. Fosfat merupakan
komponen anorganik yang mempunyai kisaran pH normal sehingga mampu menjaga
keseimbangan ion pada mikroba. Selanjutnya dilakukan pengenceran
bertingkat dengan menggunakan larutan fisiologis 0,85% sebagai pelarutnya. Pada proses inokulasi, pengenceran bertingkat
dilakukan untuk memperkecil atau mengurangi jumlah mikroba yang akan ditanam
sehingga didapatkan koloni yang terpisah dan tidak terjadi penumpukkan pada
media. Jadi, bahan roti berjamur diencerkan
sebanyak 3 kali dengan perbandingan 1 : 9 terhadap larutan fisiologis, artinya
1 ml suspensi bahan yang dipipet ditambahkan ke dalam 9 ml larutan fisiologis.
Setelah
diencerkan, maka suspensi bahan roti tersebut dapat ditanam pada media di cawan
petri. Kali ini kita menggunakan media jenis PCA (Plate Count Agar). Penanaman dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu:
Ø Penanaman
Mikroba Metode Tuang (Pour Plate)
Metode tuang atau pour plate merupakan salah satu metode inokulasi dengan dengan cara
menuang suspensi mikroba terlebih dahulu kemudian dituang media agar di atas
dan dibiarkan memadat. Metode pour plate
menyebabkan suspensi mikroba dapat tumbuh di atas permukaan agar dan terendam
di dalam agar. Keadaan suspensi mikroba yang terendam di dalam agar menyebabkan
suplai oksigen terhadap mikroba menjadi minim dan dapat memberikan kondisi
ideal bagi pertumbuhan mikroba anaerob. Sedangkan, keadaan suspensi mikroba
yang terletak di atas permukaan agar menyebabkan suplai oksigen lebih optimal
sehingga memberikan kondisi O2 yang ideal bagi pertumbuhan mikroba
aerob.
Ø
Penanaman Mikroba Metode Sebar (Spread Plate)
Metode sebar atau spread plate adalah salah satu metode inokulasi dengan menyebarkan
suspensi mikroba di permukaan agar yang telah memadat. Pada metode ini suspensi
mikroba tersebar secara merata di permukaan agar sehingga mudah dibedakan
antara mikroba yang diinginkan dan kontaminan. Selain itu, suplai oksigen pada
metode spread plate lebih baik
daripada pour plate dimana suspensi mikroba pada media spread plate tersebar merata di atas
permukaan media sehingga pertumbuhan mikroba aerob lebih baik karena
ketersediaan oksigen.
Sekarang kita telah memiliki dua buah
cawat petri yang telah dilakukan penanaman Rhizopus stolonifer pada media di dalamnya. Sehingga langkah selanjutnya dimasukkan ke
dalam inkubator untuk diinkubasi. Inkubasi adalah proses pemeliharaan kultur media dengan
temperatur dan periode tertentu sehingga tercipta lingkungan yang menyediakan
kondisi cocok untuk pertumbuhan mikroba.
Adapun hasil inokulasi mikroba dari
suspensi roti berjamur pengenceran 10-3 yang ditanam pada media PCA
melalui metode pour plate dan spread plate dan diinkubasi selama 7
hari pada suhu 37˚C
diperoleh bahwa koloni mikroba yang tumbuh berbentuk bulatan kecil seperti
bintik-bintik, memiliki hifa, dan berwarna putih susu tersebar di permukaan
media. Berdasarkan ciri tersebut diduga bahwa koloni mikroba yg tumbuh adalah Rhizopus stolonifer.
Makasih infonyaa
ReplyDeletekereeeeen
ReplyDeletegood information :)
ReplyDelete